Sukarno The Great Leader Of Revolution

Nasionalism, Religion and Communism.

Tan Malaka The Forgotten Heroes

Capitalism is Crashed.

Shut Down Your TV

Reading, Thinking, Discussion, and Organizing For Better World.

All Cops As Bastard

Because it is watchdog of capitalism.

DN Aidit

Fight For Land Reform.

Selasa, 31 Mei 2016

Sajak W. S. Rendra – Bersatulah pelacur-pelacur Kota Jakarta


Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban
Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi  jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.
RENDRA
(sumber Buku Puisi-puisi Rendra terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka)

Senin, 30 Mei 2016

Marhaenisme (secara singkat)

Marhaenisme
(secara singkat)

                                     
                                      Pendahuluan
Banyak orang belajar/mempelajari Marhaenisme, yakni ajaran Bung Karno. Namun tidak menemukan apa sebenarnya inti dan kehendak dari ajaran tersebut. Mereka tidak atau belum menemukan benang merahnya”. Dengan demikian maka sepertinya mereka sekedar mempelajari secara lahir tentang perjuangan dan keberhasilan Bung Karno di masa yang silam, karena mereka cuma mewarisi abunya sejarah bukan apinya sejarah.
Apabila setiap pengikut ajaran Bung Karno hanyalah demikian adanya, hanya sekedar pewaris-pewaris abu sejarah belaka, alangkah sayangnya ajaran yang brilliant itu kemudian menjadi kenang-kenangan (sekalipun kenang-kenangan yang indah). Marhaenisme kemudian menjadi “out of date”. Adalah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk kembali menghidupkan jiwa ajaran tersebut, kembali menemukan arti kebaikan bagi rakyat. Dengan demikian Marhaenisme akan menampakkan jiwanya sebagai ajaran yang dinamis dan selalu up to date.
Untuk itulah maka mempelajari Marhaenisme tidaklah cukup hanya mempelajari pengertian-pengertiannya yang verbal, akan tetapi kita mencoba untuk menukik lebih dalam mencoba mengkaji makna hakikinya. Dengan demikian maka di samping kita mengerti apa Marhaenisme (secara verbal), kita coba menelaah mengapa dan juga untuk apaMarhaenisme yang meliputi mengapa lahir Marhaenisme dan mengapa kita pilih sekarang serta untuk apa sebenarnya kita memiliki Marhaenisme itu.
Pengertian dasar Marhaenisme
Marhaenisme – Marhaen – Marhaenis
Marhaenisme, adalah ajaran Bung Karno. Pengertianya adalah meliputi asa (teori politik) dan asas perjuangan.
Sebagai asa atau teori politik, ia adalah teori yang menghendaki susunan masyarakat dan negara yang didalam segala halnya menghendaki keselamatan kaum Marhaen*. Sebagai teori politik meliputi pengertian :
Sosio Nasionalisme,
Sosio Demokrasi,
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sosio Nasionalisme; adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet nya masyarakat itu**.
Sosio Demokrasi; adalah merupakan konsekuensi daripada Sosio Nasionalisme. Sosio demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya didalam masyarakat***. Sosio Demokrasi tidak untuk kepentingan sekelompok kecil masyarakat akan tetapi adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Marhaen; adalah diambil dari nama seorang petani yang ditemui oleh Bung Karno di daerah Priangan. Marhaen digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kelompok masyarakat/bangsa Indonesia yang menderita/sengsara. Ia sengsara/menderita bukan karena kemalasannya atau kebodohannya, akan tetapi ia sengsara/menderita karena disengsarakan oleh sesuatu sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme.
Marhaen meliputi unsur-unsur tani, buruh-tani, pedagang kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme.
Marhaenis, adalah penganut ajaran Marhaenisme yang berjuang menurut petunjuk ajaran-ajaran Marhaenisme, berjuang dengan bersama-sama/mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen yang tersebar di seluruh tanah air.
2.1. Marhaenisme sebagai asas/teori politik sebenarnya merupakan kesimpulan, sekaligus sebagai teori perjuangan.
Artinya : pada saat itu Bung Karno menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia (Marhaen) menderita karena suatu sistem/stelsel. Sebetulnya ia penuh potensi dan bukan kaum yang malas.
Dengan demikian maka Marhaenisme mengandung teori perjuangan. Masalahnya mengapa sampai tiba kesimpulan yang demikian itu? Disinilah makna daripada Marhaenisme. Dengan visi Marhaenisme (yang berpihak kepada rakyat), kita dapat menganalisa masyarakat dan hasilnya adalah kita mengetahui kesengsaraan rakyat yang disebabkan oleh suatu sistem/stelsel. Dan dengan itu pula kita dapat menentukan cara berjuangnya.


2.2. Marhaenisme adalah kesimpulan dari penelaahan terhadap kondisi masyarakat Indonesia.
Kita ketahui bahwasanya masyarakat itu berkembang, seperti yang dijelaskan dalam metode berpikir marhenisme tentang “THESA-ANTITHESA-SYNTESA”. Demikianlah masyarakat berkembang terus dari suatu thesa (keadaan) kepada thesa (keadaan) berikutnya, sampai pada thesa yang terakhir. Gerak ini kita kenal sebagai “DIALEKTIKA”. Dengan dialektika, selanjutnya kita dapat melihat dua elemen dalam masyarakat yang selalu berhadapan, yakni :
element establishment, dan
elemen perubahan.
Elemen establishment adalah elemen yang menguasai thesa dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan thesa (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antithesa. Apabila thesa pertama telah gugur karena munculnya antithesa, maka keadaan baru atau sinthesa akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta thesa terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna (dalam ajaran Marhaenisme, bentuk tersebut adalah Sosialisme Indoneisa).
Dari teori di atas dapat dianalisa keadaan masyarakat Indonesia. Ketika kolonialisme Belanda menguasai maka posisinya adalah sebagai establishment. Ia menguasai suatu thesa/keadaan (penjajahan) dan menjadi suatu stelsel/ sistem kapitalisme-kolonialisme.
Pada saat yang bersamaan , disitu telah terdapat pula elemen perubahan,- yakni masyarakat Indonesia yang tidak puas dengan keadaan. Semula kekuatan perubahan ini bersifat latent, setelah kekuatan ini berhasil diungkapkan – maka menjadi kekuatan riil untuk merubah keadaan. Cara pengungkapan kekuatan latent menjadi kekuatan riil itulah yang kemudian dirumuskan sebagai asa/teori perjuangan. Didalam buku MENCAPAI INDONESIA MERDEKA teori atau asas perjuangan disebutkan antara lain melipuit : self-helpself-reliencenon kooperatipmachtvrmingmassa aksi,revolusioner.
Setelah terjadi perubahan (kemerdekaan Indonesia) dan elemen perubahan berubah menjadi elemen establishment dan telah menguasai keadaan maka dibutuhkan teori-teori atau asas untuk menyusun sistem/stelsel kemasyarakatan. Dari hasil telaah yang mendalam ditemukan teori politik yang merupakan jawaban (antithesa) dari keadaan (thesa) yang ada.

Secara singkat digambarkan sebagai berikut:

Elemen Establismen
Kondisi Bangsa Indonesia
Elemen Perubahan
— 
Devide et impera
Dehumanisme
Penjajahan
Penghisapan
Kegotong-royonganTheistis 
Dsb.
Terpecah belah
Tertindas
Tidak ada kedaulatan politik
Ketidakadilan
— 
KetuhananYang Maha Esa
Kebangsaan /Persatuan Indonesia
Humanisme/Kemanusiaan
Demokrasi/ Kerakyatan
Keadilan sosial
Catatan: Dalam kenyatan masyarakat masing-masing kondisi tersebut tidak dapat selalu dipisahkan, akan tetapi saling berkaitan.
Dengan demikian maka nampaklah bahwa baik sebagai teori politik/asas maupun sebagai teori perjuangan, adalah merupakan jawaban terhadap keadaan.
Mengapa Memilih Marhaenisme
Persoalan berikutnya adalah mengapa sampai terjadi kesimpulan tersebut ? dengan kata lain; mengapa mesti lahir Marhaenisme, demikian pula mengapa pula kita memilihnya?
Pada proses dialektika seperti disebutkan di depan, maka rakyat berada pada elemen perubahan karena ia (rakyat) jelas merupakan bagian masyarakat yang menderita akibat satu sistem/stelsel yang dipertahankan oleh elemen establishment. Proses perubahan tersebut adalah sudah menjadi keharusan sejarah dan merupakan hukum alam, dan mesti terjadi. Karena setiap Marhaenis menghendaki perbaikan nasib rakyat, maka ia pasti berpihak kepada rakyat, berpihak kepada perubahan, karena perubahan yang terjadi adalah satu proses yang menuju kepada perbaikan nasib rakyat. Ketika Bung Karno dengan pisau analisanya mencoba meneelaah keadaan yang terjadi atas bangsanya dan dilihatnya elemen establishment (kolonialisme Belanda) dan elemen perubahan (Marhaen yang menderita) maka tercetuslah ajaran ajarannya yang menghendaki perubahan dengan jalan “merdeka sekarang juga”. Dengan kemerdekaan nasional (sebagai jembatan emas) akan diperbaikilah nasib Marhaen yang menderita.
Maka boleh disimpulkan; karena adanya kolonialisme Belanda dan karena adanya Marhaen yang menderita dan atas kemampuan Bung Karno, lahirlah “MARHAENISME” sebagai teori politik dan teori perjuangan yang menghendaki perubahan-perubahan menuju perbaikan nasib Marhaen.
Persoalan berikutnya adalah merupakan hal yang penting bagi kita. Mengapa kita memilih Marhaenisme sebagai anutan? Menjawab pertanyaan tersebut maka terlebih dahulu kita menjawab permasalahan berikut, yakni :
Apakah proses perubahan/dialektika itu masih akan terjadi ?
Berada pada pihak manakah kita dalam pertentangan dua elemen yang ada (establishment dan perubahan) tersebut ?
Di dalam metode berpikir Marhaenisme telah jelas diterangkan tentang pola perubahan dalam masyarakat, secara sedarhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Thesa
Antithesa
Synthesa/Thesa Baru
Antithesa
Syntesa/Thesa Baru
Feodalisme
perubahan
Kapitalisme
perubahan
Sosialisme
I
II
III

Melihat proses tersebut kita dihadapkan pada pilihan untuk menilai dimanakah fase perkembangan masyarakat yang ada. Apabila kesimpulan kita bahwa masyarakat sosialisme Indonesia (III) belum tercapai maka berarti proses perubahan masih akan terjadi. Dalam hal ini setiap Marhaenis berpihak pada elemen perubahan yang menuju kepada perbaikan nasib kaum Marhaen/rakyat.




Untuk Apa Marhaenisme ?
Setelah kita tahu apa dan mengapa marhaenisme, maka masalahnya adalah penarikan relevansinya pada saat ini. Dengan kata lain, untuk apakah marhaenisme ?
Jawabannya adalah sangat sederhana “UNTUK BERJUANG”. Namun demikian sekalipun ungkapan diatas adalah sangat sederhana, akan tetapi menerangkan masalah ini sebenarnya memerlukan uraian yang sangat panjang.
Konotasi “BERJUANG” adalah berarti memperjuangkan nasib rakyat. Lalu kita mencoba mengkaji dan menelaah masalah kekinian untuk kemudian mengambil sikap. Pertama, kita lihat bagaimana, dan bagaimana kesimpulannya. Kalau kesimpulan kita adalah “PENDERITAAN”, maka masalah berikutnya adalah: mengapa mereka menderita?, apa penyebabnya?, dan sebagainya.
Secara sederhana kita simpulkan secara global, ambilah TRISAKTI  sebagai tolok ukur. Rumusan Trisakti adalah:
Berdikari dalam bidang ekonomi.
Berdaulat dalam bidang politik.
Berkepribadian dalam kebudayaan.
Trisakti merupakan tolok ukur untuk menilai kemerdekaan. Dinamakan merdeka apabila ketiga hal tersebut telah dipenuhi, atau setidaknya dalam proses menuju kesana. Dikatakan bahwa kemerdekaan adalah sekedar “Jembatan Emas”. Diseberang jembatan itu kita bangun Sosialisme Indonesia, kita bangun Indonesia yang “gemah ripah lohjinawi”. Masalahnya sekarang bagaimanakah keadaan jembatan tersebut, untuk menilai hal ini kita punya tolak ukur di atas. Demikian pula mari kita lihat keadaan masyarakat Marhaenis dengan menggunakan pisau analisa Marhanisme, baru kemudian kita bisa menentukan sikap dengan terlebih dahulu memilih siapa kawan kita, dan siapa lawan kita.
Penutup
Kalau kita melihat pola perubahan masyarakat melalui proses dialektika, maka seolah-olah kita terpukau, apakah untuk mencapai Sosialisme Indonesia harus melalui fase kapitalisme? Bung Karno menjelaskan bahwa tanpa melalui fase kapitalisme kita dapat mencapai Sosialisme Indonesia. Teori ini kemudian disebut dengan “fase Sprong Teory”. Dengan pentahapan revolusi, maka dengan meloncati fase kapitalisme kita dapat langsung menuju sosialisme. Ternyata Bung Karno tidak sendiri, artinya bahwa pendapat beliau (teori fase sprong) bukan satu-satunya pendapat atau teori yang berpendapat bahwa tanpa melalui kapitalisme dapat terbentuk sosialisme. Ernesto Che Guevara, seorang pejuang revolusioner dari Kuba (yang terbunuh di Bolivia) mempunyai pendapat yang sama walaupun dalam rumusannya yang berbeda. Dikatakannya sebagai berikut:
“It’s not necessary to weak for fullfillment condition a revolution, because the focus of insurection can create them”.
Maksudnya, tanpa menunggu kondisi penuh untuk suatu revolusi (mencapai sosialisme), sosialisme akan tercapai. Karena revolusi untuk mencapai sosialisme akan terbentuk dengan sendirinya dengan dihidupkannya pergolakan-pergolakan, yang artinya masyarakat digembleng dalam suasana revolusioner secara terus menerus. Bung Karno membagi tahapan revolusi sebagai berikut:

fase satu, nasionalisme demokrat
fase dua, sosialisme demokrat
fase tiga, sosialisme indonesia
Pada fase satu, semua elemen progresif dipersatukan, semua potensi nasional disatukan (Nation And Character Building) untuk menyingkirkan musuh dan penghalang revolusi. Pada fase kedua, setelah semua penghalang revolusi berhasil disingkirkan, maka selanjutnya adalah membangun landasan dasar sosialisme. Landasan mental telah tercipta ( dengan Nation And Character Building) maka dibangunkanlah landasan fisiknya. Dengan berakhirnya fase kedua maka kita telah siap memasuki fase tiga, yakni Sosialisme Indonesia

Selasa, 10 Mei 2016



Pidato Bung Karno soal PKI di tahun 

1966...

“Nah ini saudara-saudara, sejak dari saya umur 25 tahun, saya sudah bekerja mati-matian untuk samenbundeling (penggabungan) ) semua revolutionaire krachten (kekuatan revolusioner) buat Indonesia ini. Untuk menggabungkan menjadi satu semua aliran-aliran, golongan-golongan, tenaga-tenaga revolusioner di dalam kalangan bangsa Indonesia. Dan sekarang pun usaha ini masih terus saya jalankan dengan karunia Allah S W T. Saya sebagai Pemimpin Besar Revolusi, sebagai Kepala Negara, sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, saya harus berdiri bukan saja di atas semua golongan, tetapi sebagai ku katakan tadi, berikhtiar untuk mempersatuan semua golongan.
“Ya golongan Nas, ya golongan A, ya golongan Kom. Kita punya kemerdekaan sekarang ini, Saudara-saudara, hasil daripada keringat dan darah, ya Nas, ya A, ya Kom. Jangan ada satu golongan berkata, ooh, ini kemerdekaan hanya hasil perjuangan kami Nas saja. Jangan ada satu golongan berkata, ooh, ini kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan-perjuangan kami A saja. Jangan pula ada golongan yang berkata, kemerdekaan ini adalah hasil daripada perjuangan kami, golongan Kom saja.
“Tidak .Sejak aku masih muda belia, Saudara-saudara, aku melihat bahwa golongan-golongan ini semuanya, semuanya membanting tulang, berjuang, bahkan berkorban untuk kemerdekaan Indonesia. Saya sendiri adalah Nas, tapi aku, demi Allah, tidak akan berkata kemerdekaan ini hanya hasil dari pada perjuangan Nas. Aku pun orang agama, bisa dimasukkan dalam golonban A, ya pak Saifuddin Zuhri, saya ini ? Malahan, saya ini oleh dunia Islam internasional diproklamir menjadi Pahlawan Islam dan Kemerdekaan. Tetapi demi Allah, demi Allah, demi Allah SWT, tidak akan saya berkata bahwa perjuangan kita ini, hasil perjuangan kita, kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan daripada A saja.
“Demikian pula aku tidak akan mau menutup mata bahwa golongan Kom, masya Allah, Saudara-saudara, urunannya, sumbangannya, bahkan korbannya untuk kemerdekaan bukan main besarnya. Bukan main besarnya !
“Karena itu, kadang-kadang sebagai Kepala Negara saya bisa akui, kalau ada orang berkata, Kom itu tidak ada jasanya dalam perjuangan kemerdekaan, aku telah berkata pula berulang-ulang, malahan di hadapan partai-partai yang lain, di hadapan parpol yang lain, dan aku berkata, barangkali di antara semua parpol-parpol, di antara semua parpol-parpol, ya baik dari Nas maupun dari A tidak ada yang telah begitu besar korbannya untuk kemerdekaan Indonesia daripada golongan Kom ini, katakanlah PKI, Saudara-saudara.
“Saya pernah mengalami. Saya sendiri lho mengalami, Saudara-saudara, mengantar 2000 pemimpin PKI dikirim oleh Belanda ke Boven Digul. Hayo, partai lain mana ada sampai ada 2000 pimpinannya sekaligus diinternir, tidak ada. Saya pernah sendiri mengalami dan melihat dengan mata kepala sendiri, pada satu saat 10 000 pimpinan daripada PKI dimasukkan di dalam penjara. Dan menderita dan meringkuk di dalam penjara yang bertahun-tahun.
“Saya tanya, ya tanya dengan terang-terangan, mana ada parpol lain, bahkan bukan parpolku, aku pemimpin PNI, ya aku dipenjarakan, ya diasingkan, tetapi PNI pun tidak sebesar itu sumbangannya kepada kemerdekaan Indonesia daripada apa yang telah dibuktikan oleh PKI. Ini harus saya katakan dengan tegas.
“Kita harus adil, Saudara-saudara, adil, adil, adil, sekali adil. Aku, aku sendiri menerima surat, kataku beberapa kali di dalam pidato, surat daripada pimpinan PKI yang hendak keesokan harinya digantung mati oleh Belanda, yaitu di Ciamis. Ya, dengan cara rahasia mereka itu, empat orang mengirim surat kepada saya, keesokan harinya akan digantung di Ciamis. Mengirim surat kepada saya bunyinya apa ? Bung Karno, besok pagi kami akan dihukum di tiang penggantungan. Tapi kami akan jalani hukuman itu dengan ikhlas, oleh karena kami berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Kami berpesan kepada Bung Karno, lanjutkan perjuangan kami ini, yaitu perjuangan mengejar kemerdekaan Indonesia.
“Jadi aku melihat 2000 sekaligus ke Boven Digul. Berpuluh ribu sekaligus masuk di dalam penjara. Dan bukan penjara satu dua tahun, tetapi ada yang sampai 20 tahun, Saudara-saudara. Aku pernah mengalami seseorang di Sukamiskin, saya tanya : Bung, hukumanmu berapa? 54 tahun. Lho bagaimana bisa 54 tahun itu ? Menurut pengetahuanku kitab hukum pidana tidak ada menyebutkan lebih daripada 20 tahun. 20 tahun atau seumur hidup atau hukuman mati, itu tertulis di dalam Wetboek van Strafrecht (kitab hukum pidana). Kenapa kok Bung itu 54 tahun? Ya. Pertama kami ini dihukum 20 tahun, kemudian di dalam penjara, kami masih mempropaganda-kan kemerdekaan Indonesia antara kawan-kawan pesakitan, hukuman. Itu konangan, konangan, ketahuan, saya ditangkap, dipukuli, dan si penjaga yang memukuli saya itu saya tikam mati. Sekali lagi aku diseret di muka hakim, dapat tambahan lagi 20 tahun. Menjadi 40 tahun.
“Sesudah saya mendapat vonnis total 40 tahun ini, sudah, saya tidak ada lagi harapan untuk bisa keluar dari penjara. Sudah hilang-hilangan hidup saya di dalam penjara ini, saya tidak akan menaati segala aturan-aturan di dalam penjara. Saya di dalam penjara ini terus memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada satu waktu saya ketangkap lagi, oleh karena saya berbuat sebagai yang dulu, saya menikam lagi, tapi ini kali tidak mati, tambah 14 tahun, 20 tambah 20 tambah 14 sama dengan 54 tahhun.
“Ini orang dari Minangkabau, Saudara-saudara. Dia itu tiap pagi subuh-subuh sudah sembahyang. Dan selnya itu dekat saya, saya mendengar dia punya doa kepada Allah SWT ; Ya Allah, ya Robbi, aku akan mati di dalam penjara ini. Tetapi sebagaimana sembahyangku ini, shalatku ini, maka hidup dan matiku adalah untuk Engkau.
“Coba; coba, coba, coba ! Lha kok ada sekarang ini golongan-golongan yang berkata bahwa komunis atau PKI tidak ada jasa di dalam kemerdekaan Indonesia ini.
“Sama sekali tidak benar ! Aku bisa menyaksikan bahwa di antara parpol-parpol malahan mereka itu yang telah berjuang dan berkorban paling besar.”
(Dikutip dari : amanat Presiden Sukarno di depan rapat umum Front Nasional di Istora Senayan Jakarta, tanggal 13 Februari 1966., Buku Revolusi Belum Selesai)