Ini Pidato Presiden Soekarno saat Pembebasan Irian Barat
Saudara-saudara sekalian,
Sebagai dikatakan oleh Sri Sultan tadi, hari ini adalah hari tepat 13 tahun yang lalu yang Kota Yogyakarta atau lebih tepat lagi Republik Indonesia diserang oleh pihak Belanda. 13 tahun yang lalu mulailah apa yang kita namakan aksi militer yang kedua yang dijalankan oleh pihak Belanda terhadap Republik Indonesia.
Sebagai saudara-saudara mengetahui, aksi militer itu yang dimulai 13 tahun yang lalu disini, adalah aksi militer yang kedua, berarti bahwa kita mengalami pula aksi militer yang pertama. Dan aksi militer yang pertama itu mulai berlangsung pada tanggal 21 Juli 1947. Tetapi jikalau ditinjau sebagai suatu keseluruhan, ditinjau sebagai satu kejadian sejarah, maka sebenarnya kita tidak mengalami hanya aksi militer dua kali dari pihak Belanda itu, –pertama, 21 Juli 1947, kedua, 19 Desember 1948. Tidak, tetapi sebenarnya pihak Belanda imperialisme Belanda, telah beratus-ratus kali menjalankan aksi militer kepada bangsa Indonesia.
Saudara-saudara mengetahui, bahwa pihak Belanda mulai datang di sini, di Indonesia, pada tahun 1596, tatkala laksamana Cornelis de Houtman menjatuhkan sang jangkarnya di Teluk Banten. Sejak daripada itu, Saudara-saudara, ikhtiar Belanda untuk menduduki seluruh Indonesia selalu disertai dengan kekerasan senjata. Maka oleh karena itulah saya katakan, bahwa pihak Belanda sebenarnya telah beratus-ratus kali menjalankan aksi militer terhadap bangsa Indonesia. Dan sebagai satu kebanggaan bagi rakyat Yogyakarta saya berkata di sini, bahwa dari daerah Yogyakarta-lah datang pertama kali penentangan, menentang hebat kepada imperialisme Belanda itu. Yaitu tatkala Sultan Agung Hanyokrokusumo menggerakkan tentaranya dari daerah Yogyakarta ini menyerbu yang dinamakan kota Batavia pada waktu itu. Maka oleh karena itu, tepat sekali-lah usul dari Saudara Prof. Mr. Moh. Yamin di dalam sidang pertama dari pada Dewan Pertahanan Nasional, agar supaya Komando yang akan saya berikan itu, insya Allah, jangan diberikan di tempat lain, melainkan di tempat Yogyakarta, pusat daripada perlawanan terhadap imperialisme Belanda.
Saudara-saudara, ya, pada tanggal 17 Agustus 1945 kita memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, kita mendirikan Republik Indonesia yang sekarang ini telah berdiri dengan tegapnya, meskipun dihantam beberapa kali oleh pihak Belanda, berdiri dengan tegapnya dan malahan pada hari ini dengan hati yang tetap hendak memasukkan pula daerah Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan kita.
Tetapi saudara mengetahui, Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah salah satu puncak saja daripada ikhtiar bangsa Indonesia untuk mendirikan negaranya sendiri. Saudara mengetahui, bahwa berpuluh-puluh tahun sebelum itu bangsa Indonesia telah bangkit, telah bangkit untuk menjadi suatu bangsa yang merdeka, meskipun dijajah telah ratusan tahun, meskipun diinjak-injak telah ratusan tahun, meskipun telah dilaparkan ratusan tahun, meskipun dihina ratusan tahun, meskipun dijadikan satu bangsa yang papa-sengsara ratusan tahun, meskipun diikhtiarkan agar supaya semangat nasional padam sama sekali, toh sebagai berulang-ulang saya katakan, kita bangkit kembali.
Saya pernah berkata, janganpun manusia, janganpun bangsa, cacingpun akan bergerak-gerak berkeloget-keloget jikalau kita injak. Bangsa Indonesia bergerak, mengadakan gerakan-gerakan yang dinamakan gerakan nasional, yang gerakan itu makin melebar, mendalam, melebar, mendalam, melebar, mendalam, akhirnya meliputi seluruh Indonesia. Melebar, mendalam, melebar, mendalam, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 meledak sebagai revolusi Indonesia yang pertama.
Dan pada saat itulah, Saudara-saudara, Republik Indonesia berdiri. Republik Indonesia mengibarkan bendera Indonesia, dan bukan saja bendera Indonesia itu dikenal oleh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tetapi bendera Indonesia itu sekarang, dihormati oleh sebagian besar daripada ummat manusia. Bendera Indonesia orang lihat berkibar di kedutaan besar kita di Washington, orang melihat bendera Sang Merah Putih berkibar di London, orang melihat bendera Sang Merah Putih berkibar di Moskow, berkibar di Kairo, berkibar di Paris, berkibar di Mexico City, berkibar di Ottawa, pendek kata, bendera Sang Merah Putih telah dikenal oleh seluruh manusia di dunia ini dan sebagai saya katakan, sebagian terbesar daripada ummat manusia itu menghormati bendera sang Merah Putih. Hanya imperialis-imperialis dan antek-anteknya imperialis yang tidak menghormati bendera Sang Merah Putih itu. Dan saya berkata, insya Allah S.W.T., nanti akan datang saatnya yang seluruh manusia di dunia ini menghormati bendera Sang Merah Putih dimanapun juga berkibar.
Saudara-saudara sekalian, sebagai yang sudah Saudara ketahui, kita telah berdiri sebagai negara merdeka sejak 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Sekarang sudah tahun 1961, sudah 16 tahun lamanya dan memang kita telah bertekad, supaya kemerdekaan Indonesia ini bukan hanya 16 tahun, tetapi sumpah kita sejak daripada tanggal 17 Agustus 1945 ialah: Sekali merdeka tetap merdeka, sampai akhir zaman.
Pada ini hari saya datang di Yogyakarta. Seluruh, boleh dikatakan seluruh diplomat-diplomat, wakil-wakil negara asing, duta-duta besar ikut menyertai kedatangan saya di kota ‘Mataram’ ini. Hampir seluruh Menteri-menteri ikut datang di sini, kepala-kepala Staf daripada Angkatan Perang kita komplit semua ada di sini. Kepala daripada Kepolisian Negara ada di sini pula. Pendek kata, mereka semuanya, pihak duta-duta besar ingin mendengarkan apa komando yang akan diberikan oleh Presiden Sukarno kepada rakyat Indonesia. Dan para Menteri, para Kepala Staf, pendek, seluruh rakyat Indonesia ingin melaksanakan apa yang dikomandokan oleh Presiden Sukarno itu, agar supaya Irian Barat masuk lekas di dalam wilayah kekuasaan Republik.
Perjuangan kita belum selesai. Memang, malah di Kota Yogyakarta ini, pernah saya tandaskan, bahwa revolusi Indonesia belum selesai dan bahwa oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk berjalan terus sampai revolusi kita ini selesai.
Sudah barang tentu, Saudara-saudara, pihak Belanda selalu mengadakan kontra-offensif. Sebagai tadi saya katakan, offensif besar-besaran berupa aksi militer yang pertama 21 Juli 1947, disusul kemudian oleh aksi militer kedua 19 Desember 1948. Malah akhirnya, kalau dipikir-pikir dengan dalam, haruslah kita mengucap Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T., bahwa kita mencapai kemerdekaan kita ini dan mempertahankan kemerdekaan kita itu tidak –sebagai aku katakan—di bawah sinar bulan purnama, tidak dilingkungi oleh harum semerbaknya bunga mawar melati. Tidak, tetapi selalu dengan perjuangan, perjuangan, sekali lagi perjuangan. Malahan saya pernah berkata, kita yang dibesarkan di dalam kancah apinya perjuangan, kita yang dibesarkan di dalam kancah api Candradimuka dan revolusi, kita sekarang menjadi satu bangsa yang kuat. Kita bukan satu bangsa yang menerima kemerdekaan kita itu sebagai satu hadiah, kita bukan satu bangsa yang tadinya mengemis kemerdekaan, kita bukan satu bangsa yang meminta-minta kemerdekaan. Tidak, kita adalah satu bangsa yang berjuang mati-matian untuk kemerdekaan itu, kita adalah satu bangsa yang digembleng habis-habisan di dalam perjuangan untuk menyusun kemerdekaan dan kita keluar dari gemblengan ini sebagai satu bangsa yang besar dan kuat.
Maka oleh karena itu, Saudara-saudara, sebagai tadi saya katakan, syukur Alhamdulillah, bahwa kita dihujani api di dalam perjuangan kita itu. 17 Agustus 1945 adalah permulaan daripada besarnya api. Kita mengalami hujan api yang sehebat-hebatnya, mengalami pertempuran-pertempuran di seluruh daerah Indonesia, sehingga sekarang seluruh daerah Indonesia itu penuh dengan kuburan-kuburan pemuda-pemuda dan pejuang-pejuang kita. Kita dihujani api pada tanggal 21 Juli 1947, kita dihujani api mulai daripada tanggal 19 Desember 1948. Tetapi berkat Allah S.W.T., 19 Desember 1948 adalah permulaan daripada satu gerilya total. Satu gerilya, peperangan gerilya yang kita adakan, yang dijalankan bukan hanya oleh pemuda-pemuda kita dari kepolisian negara, tidak, tetapi seluruh rakyat ikut di dalam perjuangan hebat ini. Seluruh rakyat ikut di dalam gerilya total ini dan akhirnya sebagai Saudara-saudara ketahui, 27 Desember 1949 imperialisme Belanda tekuk-lutut, dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
Ini adalah hasil perjuangan kita. Tadi malam saya berkata kepada mahasiswa-mahasiswa, jangan mengira kemenangan-kemenangan kita itu adalah hasil daripada percaturan diplomasi. Tidak. Janganlah mengira bahwa kita punya Republik ini, yang diakui pada tanggal 27 Desember 1949, ialah hasil daripada kecakapan beranggar lidah pemimpin-pemimpin kita di kota Den Haag tatkala duduk di dalam konferensi KMB. Tidak, konferensi KMB, diplomasi, tak akan berhasil jikalau tidak disokong oleh satu tenaga besar, jikalau tidak berdasarkan atas satu tenaga besar yang diadakan oleh rakyat Indonesia sendiri. KMB membawa kepada kita, sebagai hasil dari perjuangan rakyat Indonesia di dalam gerakan total itu tadi, pengakuan kedaulatan oleh pihak Belanda dan kemudian oleh pihak internasional.
Dan pada waktu KMB itu Belanda berjanji akan mengakui kedaulatan atas seluruh Indonesia. Dan apa yang dinamakan Indonesia, Saudara-saudara? Yang dinamakan Indonesia ialah segenap kepulauan antara Sabang dan Merauke. Yang dinamakan Indonesia ialah apa yang dulu dikenal sebagai perkataan “Hindia Belanda.” Yang dimaksudkan dengan perkataan Indonesia ialah apa yang orang belanda namakan Nederlandsch Indie, segenap kepulauan antara Sabang dan Merauke yang jumlahnya beribu-ribu ini. Itulah yang dinamakan Indonesia.
Dan di dalam KMB pihak Belanda menyanggupi akan mengakui kedaulatan, kemerdekaan atas seluruh Indonesia ini. Irrevocable and unconditional. Irrevocable artinya tidak akan bisa dicabut kembali perkataan ini. Unconditional, tanpa syarat. Tapi apa lacur, Saudara-saudara? Meskipun di dalam KMB itu dijanjikan bahwa soal Irian Barat itu akan diselesaikan dalam tempo satu tahun, satu tahun lewat dan Irian Barat belum dikembalikan kepada kita. Inilah pembohongan besar-besaran, kecurangan gede-gedean yang dijalankan oleh pihak Belanda.
Sebenarnya, ya, kita lebih dahulu harus mengerti, bahwa pihak imperialisme itu selalu main bohong, main curang, main tipu. Dimana Diponegoro dulu itu ditangkap? Di Magelang, 46 km dari sini. Bagaimana Sang Diponegoro bisa ditangkap oleh pihak Belanda? Dibohongi lebih dahulu, ditipu lebih dahulu, katanya hendak diajak bicara, untuk berunding. Kiranya tidak diajak bicara, tidak diajak berunding, tetapi ditangkap. Bohong, tipu, curang yang sebesar-besarnya. Dan kita pun, saudara-saudara, mengalami hal yang demikian itu lagi pada akhir tahun 1950. 27 Desember 1950 Irian Barat belum dikembalikan kepada kita. Pada saat itulah saya mengusulkan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk bubarkan Uni Indonesia-Belanda, sebab di dalam KMB kita menyetujui mengadakan Uni Indonesia-Belanda, –satu serikat antara Indonesia dan Belanda, maka republik yang diakuinya itu di sini ialah dinamakan Republik Indonesia Serikat dan Belanda menempatkan di Jakarta bukan seorang duta besar Belanda, tetapi satu Hoge Commissaris van het Koninkrijk der Nederlanden –tetapi kita yang menyetujui, oleh karena itu diadakannya Uni Indonesia-Belanda, kita ditipu, kita dicurangi, kita dibohongi. Maka oleh karena itu kemudian kita batalkan, bubarkan nonsense ini Uni Indonesia-Belanda. Dan perjuangan berjalan terus, perjuangan memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik. Di dalam KMB belum berhasil masuk, di dalam pembicaraan kita satu tahun lamanya –antara 27 Desember 1949 dan 27 Desember 1950 –belum masuk Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan kita. Sejak daripada itu lantas kita mencoba, berkhtiar, mencoba, berikhtiar, mencoba, berkhtiar memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik, dengan diplomasi, pembicaraan-pembicaraan, pidato-pidato yang muluk-muluk di PBB, United Nations. Didalam PBB itulah kita mencoba, sampai merintih-rintih untuk memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan kita.
Tetapi apa hasil? Di dalam PBB pun tiada hasil sama sekali. Malahan di dalam PBB ada yang berkata: Menyetujui Belanda menguasai Irian Barat. Belanda berkata: Ooo, kami di Irian Barat itu sekadar, yaah, mendidik rakyat Irian Barat. Kami tidak menjalankan kolonisasi.
Lho, kok ada anggota-anggota PBB yang membenarkan ini. “Ya, Belanda di Irian Barat tidak menjalankan kolonisasi. Ini kan Indonesia saja yang mengatakan, bahwa Belanda di Irian Barat itu menjalankan kolonisasi.”
Kita punya perjuangan Irian Barat, perjuangan lidah, perang-perangan lidah, rintihan lidah di PBB tidak berhasil.
Memang dari tadinya saya telah berkata: PBB itu apa? PBB itu sekadar sekumpulan manusia-manusia. Ya, manusia-manusia itu wakil semuanya, wakil daripada negara ini, negara itu, negara ini, negara itu, negara ini, negara itu, negara itu, negara itu, wakil, tapi hanya sebagian daripada anggota-anggota PBB, artinya wakil-wakil ini, adalah benar-benar pejuang-pejuang, benar-benar utusan daripada rakyat jelata daripada negaranya. Mereka itu sekadar diplomat-diplomat, yang sekonyong-konyong ketiban pulung, ketiban daru , menjadi wakil daripada negaranya di PBB. Kalau sedang mau sidang pakai baju ganteng, pasang diri ganteng, mengatakan: Yah, aku adalah wakil daripada rakyatku. Mengadakan pidato yang muluk-muluk, padahal pidato-pidatonya itu sebagian besar tidak sesuai dengan rasa-perasaan rakyat yang mereka wakili.
Saudara-saudara, sebagai tadi saya katakan, perjuangan kita di PBB tidak berhasil. Maka oleh karena itu, pada satu ketika kita berkata: Kita tidak akan bicara lagi di dalam PBB. Sudah bertahun-tahun kita coba di PBB, coba di PBB, coba di PBB, coba di PBB, coba di PBB, tidak berhasil! Pada satu hari saya berkata kepada Pemerintah Republik Indonesia: jangan bicarakan soal Irian Barat ini lagi di dalam PBB, tetapi jalankanlah satu politik baru terhadap imperialisme Belanda. Marilah kita mengadakan konfrontasi kekuatan terhadap imperialisme Belanda.
Adu tenaga sekarang ini, jangan cuma adu lidah. Aku berkata konfrontasi di segala bidang. “Apa abamu” kataku, “Ya, iki dadaku . Dada Indonesia. Endi dadamu. ” Konfrontasi, konfrontasi apa? Situ mengadakan konfrontasi ekonomi, kita adakan konfrontasi ekonomi. Konfrontasi politik, kita jalankan konfrontasi politik. Konfrontasi militer, kita jalankan pula konfrontasi militer. Ya, maka oleh karena itu, sejak daripada saat itu, kita menyusun, memperkuat Angkatan Perang kita.
Dan ini hari saya bangga. Berdirilah dengan tegak di hadapan saya ini, disaksikan oleh Suadara-saudara sekalian, Perwira-perwira baru lulusan dari Akademi Militer di Magelang. Lihat mereka berdiri dengan gagahnya. Mereka memikul satu tanggungjawab yang besar, menjaga kemerdekaan kita, menjaga negara kita, mempertahankan kemerdekaan kita, dan juga memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik.
Hei engkau, pemuda-pemuda keluaran dari AMN! Sekarang berdiri di hadapan saya. Saya melantik kamu sekalian resmi menjadi Perwira-perwira Angkatan Perang kita. Ketahuilah hei kamu, kewajibanmu sekarang ialah sejak dari pada sekarang ini lebih berat daripada yang sudah-sudah. Sekarang ini engkau menjadi pemimpin-pemimpin daripada Angatan Perang Republik Indonesia. Dan sekarang ini Angkatan Perang Republik Indonesia sudah mendapat perintah dari saya untuk mensiap-siapkan diri agar supaya setiap waktu saya memberi perintah, masuk ke Irian Barat untuk memerdekakan Irian Barat itu.
Maka engkau juga, hei pemuda-pemuda keluaran Akademi Militer Nasional, bersiap-siaplah, oleh karena sebagaimana tadi saya katakan, sudah saya perintahkan kepada segenap Angkatan Perang Republik Indonesia, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Udara, maupun Angkatan Laut, supaya mensiap-siapkan diri agar setiap waktu saya memberi komando kepadamu, engkau bebaskan Irian Barat dari cengkeraman imperialisme Belanda.
Sebagaimana saya katakan dengan ini saya lantik kamu sekalian menjadi Perwira dalam Tentara Republik Indonesia.
Saudara-saudara sekalian, kita menjalankan konfrontasi politik di segala bidang, kataku. Dan sebagai akibat daripada konfrontasi politik ini, Belanda mulai mengadakan perobahan sikap. Tetapi mengadakan perobahan sikap bukan yang kearah memenuhi tuntutan kita, tetapi malah mengadakan sikap yang makin gila lagi. Sebagai saudara mengetahui, Luns mengadakan move, mengadakan suatu gerak di dalam PBB.
Sebagai tadi saya katakan, ini makin gila lagi. Makin tidak karuan, makin suatu penipuan yang besar sekali terhadap Republik dan terhadap dunia internasional.
Pertama-tama ia mengadakan suatu move yang suaranya terdengarnya amat atraktif sekali, amat menarik hati, yakni mengatakan, hei sekarang ini Belanda tidak mau lagi pusing dengan Irian Barat, maka Irian Barat akan diinternasionalisasikan. Pertama ia berkata bahwa ia tidak mau ambil pusing lagi atau Belanda tidak mau pusing lagi dengan Irian Barat, maka Irian Barat di-internasionalisaskan. Dan ia berkata bahwa ia mengadakan move dekolonisasi daripada Irian Barat. Dekolonisasi artinya akan menyudahi, memberhentikan kolonisasi Irian Barat. Kemudian ia akan memberikan hak menentukan nasib sendiri kepada Rakyat Irian Barat.
Terdengarnya ini amat menarik hati sekali. Internasionalisasi, dekolonisasi, selfdetermination, hak menentukan nasib sendiri. Tetapi kita bangsa Indonesia tidak bisa ditipu, kita bangsa Indonesia tidak bisa dibelenggu, tidak bisa diblusukkan di dalam lobang penipuan.
Internasionalisasi sekedar suatu move, sekedar satu apa yang dikatakan oleh Prancis, “tour de main”, sekadar satu ikhtiar, satu percobaan agar supaya mata dunia tidak lagi difokuskan kepada negeri Belanda, tetapi kepada seluruh dunia internasional. Kalau ada yang bertanggungjawab maka bukan Belanda, tetapi seluruh dunia internasional. Dan dekolonisasi itu!, sekarang mereka bicara tentang dekolonisasi, dulu mereka berkata tidak menjalankan kolonisasi. Bahkan benar –menurut beberapa negara, –bahwa Belanda tidak menjalankan kolonisasi. Sekarang mereka mengakui sebenarnya bahwa mereka mengadakan kolonisasi, oleh karena sekarang mereka berkata dekolonisasi.
Dekolonisasi artinya memberhentikan kolonisasi. Dan selfdetermination, hak menentukan nasib sendiri, kita kenal perkataan itu. Menentukan nasib sendiri. Dulu didalam zaman Van Mook, kita sudah kenal ini omongan “menentukan nasib sendiri.” Tetapi apa artinya? Mendirikan negara-negara bagian. Kita mengenal selfdetermination policy daripada Van Mook. Tetapi sebagai akibat dari politiknya Van Mook ini berdirilah Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Indonesia TImur dan lain-lain negara. Kita dipecah-pecah, disobek-sobek oleh imperialisme dengan usaha zogenaamd selfdetermination ini.
Maka oleh karena itu, Saudara-saudara, tatkala saya mendengar buat pertama kali di Cokro, bahwa Belanda akan menjalankan politik selfdetermination, saya tolak dengan tegas, selfdetermination policy ini. Dan saya berkata: kita tidak mau menerima selfdetermination dari pihak Belanda kepada Irian Barat.
Saudara-saudara, maka tatkala Menteri Luar Negeri Subandrio menemui saya di Roma, waktu beliau pergi ke PBB untuk meladeni Luns, –saya ingatkan, tadinya perintah saya ialah jangan memasukkan soal Irian Barat di PBB, tetapi marilah kita jalankan politik konfrontasi. Tetapi apa lacur, Luns membawa soal Irian Barat ini ke PBB. Dus terpaksa kita harus meladeni. Maka berhubung dengan itu kita mengambil keputusan, Saudara Subandrio pergi ke New York untuk meladeni Luns ini. Saya pada waktu itu sedang sakit di Roma. Dr. Subandrio datang di Roma minta instruksi dariapda saya. Dan saya berkata kepada dr. Subandrio: Engkau punya tugas di New York hanyalah satu, satu, bukan dua, bukan tiga, satu, yaitu menggagalkan usul Luns ini.
Gagalkan usul pihak Belanda, agar supaya usul Luns ini tidak bisa diterima oleh PBB. Instruksi saya ini sudah tegas kepada Saudara Subandrio, dan Saudara Subandrio melaksanakan instruksi saya ini dengan sebaik-baiknya. Disinilah tempatnya saya memberi komplimen kepada Sdr Subandrio, kepada Menteri Luar Negeri Subandrio, yang telah berusaha baik sekali menggagalkan usul Luns ini. Saudara-saudara, maka sesudah usul Luns ini gagal, Saudara-saudara telah mengetahui semuanya segala kegagalannya. Bukan Belanda ini makin bijaksana, artinya: “saya sudah mengerti, dus Irian Barat harus dikembalikan kepada Republik Indonesia.” Bukan. Tetapi semakin gila lagi. Apa yang dikerjakan? Yang dikerjakan ialah memproklamasikan satu negara boneka yang bernama “Negara Papua.” Mengibarkan bendera Papua di sana, mengadakan lagu “kebangsaan”, namanya “lagu Kebangsaan Papua” di sana, ini adalah satu kejahatan lagi yang besar sekali. Di PBB mereka kalah, sekarang di Irian Barat mereka menjalankan terus mereka punya penipuan kepada bangsa Indonesia. Mendirikan suatu “negara boneka Papua”, mengibarkan “bendera Papua.”
Kita adalah satu bangsa, kata Pak Dimara tadi malam. Kita hanya mengenal satu negara, yaitu Negara Republik Indonesia di wilayah Indonesia ini. Kita hanya mengenal satu bendera Sang Merah Putih di wilayah Republik ini.
Sekarang saya tanya, Saudara-saudara, saya tanya kepada dunia internasional. Ha ini, kepada Duta-duta Besar yang hadir ini, saya tanya: Sekarang ini pihak Belanda mengadakan di Irian Barat satu negara boneka, pemecah-belahan daripada Republik Indonesia. Suatu negara boneka Papua. Di Irian Barat mereka menjalankan politik pemecah-belahan dengan perbuatan: mendirikan “Negara Papua”, mengibarkan “bendera Papua,” mengadakan lagu zogenaamd nasional Papua. Yah, apa harus kita perbuat? Apa yang harus diperbuat? Yah, di PBB kita menjalankan diplomasi. Di PBB kita beranggar lidah, di PBB kita mengeluarkan argumen ini, argumen itu, alasan ini, alasan itu. Di PBB yang sudah ternyata tidak berhasil. Tetapi sekarang di Irian Barat, di sini Belanda mengadakan “Negara Papua”, Belanda mengadakan “lagu Papua”. Apa yang harus kita perbuat disini? Tidak ada lain, kita disini harus bertindak. Bertindak. Maka oleh karena itu saya sekarang memberi komando kepada segenap rakyat Indonesia.
Nah, dan apa komando saya? Dengarkan, Saudara-saudara!
Komando saya dengan tegas ialah: Gagalkan, hai seluruh rakyat Indonesia, gagalkan pendirian “negara Papua” itu!
Apa komando saya lagi?
Hei seluruh rakyat Indonesia, kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat itu!
Tegas saya memberi komando ini. Batalkan “negara Papua” itu! Kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Gagalkan! Kibarkan bendera kita! Siap sedialah, akan datang mobilisasi umum! Mobilisasi umum bagi yang mengenai seluruh rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat samasekali daripada cengkeraman imperialis Belanda.
Saudara-saudara, inilah bunyinya komando saya. Jalankan komando saya ini!
Disini saya mengucap banyak-banyak terima kasih kepada semua wakil-wakil negara-negara yang telah membantu kita. Saya mengucapkan terima kasih kepada wakil-wakil negara-negara di PBB, yang telah membantu kita. Baik di Asia maupun di Afrika, maupun di negara-negara sosialis. Yah, juga daripada negara-negara sosialis, saya mengucapkan banyak terima kasih terhadap bantuan mereka di dalam perjuangan kita memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik.
Saudara-saudara. Ada yang menuduh kepada kita: Yah, Republik Indonesia kok terlalu manis muka kepada negara-negara sosialis. Wah, Republik Indonesia ini kok terlalu bersahabat dengan negara-negara sosialis.
Saya bertanya: apakah itu sudah tidak sepantasnya? Negara sosialis membantu kita, negara sosialis meng-amini kita punya klaim atas Irian Barat. Saya di hadapan para wanita daripada Kongres Gerwani telah berkata sebagaimana demikian: Umpamanya disitu itu, di sebelah sana negara-negara sosialis, di situ negara-negara imperialis. Ya, memang Republik Indonesia memang berdiri sama tengah, Republik Indonesia memang menjalankan politik bebas dan aktif. Ya, Indonesia menjalankan politik yang oleh pihak sana dinamakan politik netral. Benar demikian. Tetapi lihat, apakah kita pihak Indonesia salah, jikalau kita manis budi kepada pihak sana, ya, kepada negara-negara sosialis? Berterimakasih kepada pihak sosialis?
Mereka, negara-negara sosialis ini, membenarkan kita mempersatukan negara Republik Indonesia. Mereka membenarkan.
Tuan-tuan, yang di sana, imperialis, tidak membenarkan.
Mereka membantu kita untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka yang ada di situ, di pihak imperialis, malahan menjegal kita mendirikan suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kuat, mengadakan aksi subversif untuk menggugurkan Republik Indonesia.
Mereka membenarkan kita untuk meng-klaim Irian Barat supaya Irian Barat masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik.
Mereka tidak membenarkan kita meng-klaim Irian Barat masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik.
Mereka membantu kita memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik.
Mereka yang di sini menentang kita memasukkan Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik.
Apakah kita salah, Saudara-saudara, kalau kita berkata kepada mereka: Yah, terima kasih saudara-saudara daripada negara-negara sosialis. Termakasih dan kita menarik budi yang manis terhadap kepada mereka itu. Demikianlah Saudara-saudara.
Mari kita berjalan terus. Sebagai yang sudah saya katakan berulang-ulang, kita sebenarnya tidak berdiri sendiri.
Hayo, gagalkan “Negara Papua!” Hayo, kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Hayo segenap rakyat Indonesia! Kita tidak berdiri sendiri. Lihat! Bukan hanya 92 juta rakyat ingin menjalankan itu, tetapi sebagai yang sudah berulang-ulang saya katakan, negara-negara lain, rakyat-rakyat lain, di Asia, di Afrika, di negara-negara sosialis, semuanya membantu kita. Kita tidak berdiri sendiri. Lebih daripada dua ribu juta manusia memihak kepada kita. Mari kita berjalan terus!
Dan, Saudara-saudara, sebenarnya saya disini tidak berbicara sendiri. Tidak. Ada orang berkata daripada pihak imperialis: Ooo, Irian Barat itu kan soal Sukarno. ‘Kan hanya Sukarno saja yang bergembar-gembor. Kalau tidak ada Sukarno, ‘kan sudah padam sama sekali api Irian Barat.
Malahan tatkala saya sakit di Wina, ada pihak yang sudah berkata: ooo, mugo-mugo enggalo mati Sukarno iku . Didoakan saya lekas mati atau mengadakan spekulasi sudah: ooo Sukarno sekarang sudah akan mati. Pendek kata, ooo, tidak ada nanti aksi Irian Barat lagi. Dan kami imperialis bisa bersenang-senang lagi.
Saya bertanya kepadamu, hei rakyat Indonesia, apakah benar aku, Sukarno, yang menjadi penganjur daripadamu untuk memasukkan Irian Barat dalam wilayah kekausaan Republik? Tidak. Tidak. Tidak. Saya sekadar penyambung lidah daripada rakyat Indonesia. Saya melihat di sini, berhadapan muka dengan saya, perwira-perwira muda. Saya lihat di situ, baju hijau dan baju khaki drill. Di belakang saya duduklah para Menteri, para Pemimpin Partai, duduklah Alim Ulama, duduklah wakil-wakil daripada Pemuda-pemuda, duduklah wakil-wakil daripada Wanita. Di hadapan saya adalah Rakyat Jelata, Rakyat Jelata daripada semua golongan. Ya kaum buruh, ya kaum tani, ya wanita, ya laki-laki, ya pemuda, ya segenap golongan rakyat Indonesia membenarkan ucapan saya ini.
Saya tidak mengucapkan kehendak saya saja, tetapi tiap-tiap perkataan yang saya ucapkan ini didukung sepenuhnya oleh segenap rakyat Indonesia. Dan jikalau saya memberikan komando, sebenarnya bukan komando dari Sukarno kepada rakyat Indonesia, sebenarnya bukan komando dari Presiden Republik Indonesia kepada rakyat Indonesia, sebenarnya bukannya komando dari Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, bukan komando dari pada Panglima Besar Pembebasan Irian Barat kepada rakyat Indonesia, tidak! Tapi sebenarnya adalah komando dari rakyat Indonesia kepada rakyat Indonesia sendiri. Tidakkah benar jika saya katakan bahwa inilah kehendakmu sendiri, Saudara-saudara rakyat Indonesia?
Saya sekadar meneruskan naluri daripada rakyat Indonesia. Naluri hati bangsa Indonesia yang cinta kemerdekaan. Naluri bangsa Indonesia yang selalu berjuang untuk kemerdekaan. Saya sekadar meneruskan bersama-sama dengan Saudara-saudara sekalian naluri Sultan Agung Hanyokrokusumo untuk mencoba menjatuhkan kekuasaan Jan Pieterzoon Coen dari wilayah tanah air Indonesia. Saya sekadar meneruskan naluri dari Imam Bonjol. Saya sekadar meneruskan naluri daripada Tengku Cik Ditiro. Saya hanya meneruskan naluri Joko Untung Suropati. Saya sekadar meneruskan naluri Pangeran Diponegoro. Saya hanya meneruskan naluri Sultan Hasanuddin. Saya hanya sekedar meneruskan naluri daripada Ktut Jelantik. Saya hanya meneruskan naluri daripada pejuang-pejuang kita didalam pergerakan nasional kita. Saya hanya meneruskan naluri daripada Monginsidi yang didrel mati di Makassar oleh pihak Belanda. Saya meneruskan naluri daripada pejuang-pejuang kita yang sekarang dikubur di taman pahlawan Semaki.
Saya meneruskan naluri daripada semua pejuang-pejuang Republik Indonesia yang menghias Taman Pahlawan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Saya hanya meneruskan naluri daripada rakyat Indonesia yang sejak daripada dahulu cinta kemerdekaan. Ya, kita cinta damai, tetapi kita lebih lagi cinta kepada kemerdekaan.
Maka oleh karena itu, hei segenap rakyat Indonesia, mari sebagai tadi saya katakan, gagalkan ini usaha pihak Belanda untuk mendirikan “Negara Papua”, kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Siap sedia didalam waktu yang singkat pada komando untuk mengadakan mobilisasi umum daripada rakyat Indonesia untuk membebaskan sama sekali Irian Barat itu daripada cengkeraman imperialisme Belanda!
Sekrertaris Dewan Pertahanan Nasional saya minta bawa disini naskah Komando saya ini. Akan saya tandatangani naskah komando saya itu di hadapan Saudara-saudara sekalian, agar supaya dijalankan, dilaksanakan oleh segenap rakyat Indonesia.
Sekretaris Dewan Pertahanan Nasional akan membacakan naskah Komando saya ini, silahkan!
KOMANDO RAKYAT
“Kami, Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, dalam rangka politik konfrontasi dengan pihak Belanda untuk membebaskan Irian Barat, telah memberikan instruksi kepada Angkatan Bersenjata untuk pada setiap waktu yang kami akan tetapkan menjalankan tugas kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah Air Indonesia dari belenggu kolonialisme Belanda.
Dan kini, oleh karena Belanda masih tetap mau melanjutkan kolonialisme di tanah air kita Irian Barat, dengan memecah-belah rakyat Indonesia, juga yang berada di daerah Irian Barat, untuk melaksanakan Tri Komando sebagai berikut:
I. Gagalkanlah pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda-kolonial.
II. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
III. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati perjuangan kemerdekaan Indonesia.”
Yogyakarta, 19 Desember 1961.
Presiden/ Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Republik Indonesia,
SUKARNO
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia/ Panglima Besar
Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat.